Pecenongan,Swarantara.com-Bencana itu memang sepenuhnya kuasa alam — Tuhan — yang tak bisa dihindari kecuali atas kesadaran dan pemahaman bahwa alam pun bisa marah seperti sinnattullah yang tidak terbantah. Karenanya orang sering menyebut krpastian itu adalah hukum alam, hanya ada dalam kuasa dan otoritas Tuhan.
Begitulah peristiwa besar yang menyebabkan banjir, tanah longsor, angin puting beliung, gempa dan hujan yang tumpah dari langit tanpa bisa dibendung dan dihentikan, karena didorong oleh keculasan dan ketamakan serta keserakahan manusia yang lupa diri tidak menyadari bahwa kuasa Tuhan itu diatas segala kemampuan dan kecerdasan manusia. Apalagi kemudian dibarengi oleh kesombongan dan kejumawahan sebagai penguasa yang mengabaikan ketentuan Tuhan.
Jadi nencana itu akibat reaksi alam yang diperparah oleh ulah manusia yang serakah. Mau enak sendiri dan tidak memikirka keseimbangan alam yang harus tetap harmoni dan sinkron dengan daya dan kemampuan alam yang diciptakan Tuhan.
Bencana menjadi semaki parah jadi malapetaka yang melibatkan unsur ketamakan dan kerakusan manusia seperti menggunduli hutan sebagai penahan banjir agar tergelontor dalam satu ketika saat hujan tumpah dari langit. Itu lah pemandangan banjir di Aceh, Sumatra Utara dan Sumatra Barat seusai Provinsi Lampung beberapa waktu sebelumnya yang tebggelam dan menelan banyak korban harta maupu jiwa manusia akibat pembalakan hutan yang dijadikan konsesi oleh pemerintah cq Kementerian Kehutanan yang cuma mengkalkulasi komisi tanpa pernah hirau oada bencana yang bakal menimbulkan malapetaka akibat keserakahan manusia.
Gelomdongan kayu yang ditebang secara liar dan keji itu telah membuat penduduk setempat semakin sengsara akibat kehilanga harta dan benda serta berbagai bentuk usaha tidak hanya sebatas di lahan pertanian, perkebunan, sawah dan ladang, tapi juga beregam bentuk usaha lainnya seperti perdagangan, rumah kerajinan hingga binatang ternak peliharaan maupun kolam ikan digelontor oleh banjir yang maha dakhsyat itu.
Bekum lagi akibat tanah longsor karena tidak lagi mempunyai pertahanan dari tetumbuhan pohon di hutan yang temah dicairkan dalam bentuk uang untuk jesenangan sesaat, tanpa memikirkan akibatnya bagi rakyat kecil.
Karena itu, mereka yang membuat ku kebijakan penggundulan hutan, menjual konsesi penebangan kayu pelindung dan peresap air sungguh terkutuk dan pasti akan menerima azab yang setimpal melebihi dera derita rakyat kecil yang semakin tidak berdaya menghadapi tekanan ekonomi yang tak kunjung sembuh.
Momentum bencana yang telah menjadi malapetaka bagi rakyat Aceh, rakyat Sumatra Utara dan rakyat di Sumatra Barat sejai akhir November hingga awal Desember 2025 jelas akibat kebijakan yang tidak becus dari pengelola negeri ini, contohnya seperti kebijakan yang sudah dirancang Kementerian Kehutanan serta Kementerian Pertambangan yang terkesan mengobral konsesi lahan untuk diekploitasi hanya demi dan untuk mengantongi komisi dan uang pelicin, tanpa mengindahkan pembangunan lingkungan yang berkelanjutan demi dan untuk generasi bangsa di masa depan yang lebih baik dan lebih beradab. Karena itu, rakyat menunggu langkah tegas pemerintah untuk membersihkan para benalu serta bunglon yang kini memanfaatkan dera dan derita rakyat dengan menenteng sembako, untuk pencitraan diri agar dapat dianggap sebagai dewa penyelamat. Padahal kerusakan alam yang terjadi adalah akibat dari ulah dan keculasannya yang rakus dan tamak.
Pecenongan, 4 Desember 2025./Swtr.c-)
