Kubu Raya, Kalbar, Swarantara.com,—

Lembaga Perlindungan Konsumen Republik Indonesia (LPK-RI) Kalimantan Barat mempertanyakan kejelasan status 51 drum oli yang diduga ilegal dan palsu, yang ikut dipasang garis polisi (police line) oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalbar saat penggerebekan di kompleks pergudangan Exrajos, Kabupaten Kubu Raya, pada 23 Juni 2025.

Hingga kini, publik hanya mendapatkan informasi resmi dari pihak kepolisian terkait kemasan oli eceran berukuran satu hingga lima liter, tanpa penjelasan lebih lanjut soal keberadaan puluhan drum oli yang diduga memiliki keterkaitan kuat dengan praktik produksi dan distribusi ilegal pelumas palsu.

Sekretaris LPK-RI Kalbar, Mulyadi, mengungkapkan keprihatinannya atas tidak terungkapnya keberadaan dan status hukum 51 drum oli tersebut. “Kami menduga ada informasi yang sengaja tidak disampaikan ke publik. Padahal, dalam dokumentasi video yang kami miliki, jelas terlihat petugas Krimsus sedang menghitung dan menyegel drum-drum tersebut saat olah TKP berlangsung,” kata Mulyadi kepada awak media, Kamis (2/7/2025).

Dalam video berdurasi 18 menit lebih itu, penghitungan dan penyegelan dilakukan pada pukul 18.27 WIB tanggal 23 Juni 2025. Mulyadi menambahkan, ia menyaksikan langsung kejadian tersebut dan telah mengirimkan dokumentasi itu kepada pejabat di Polda Kalbar, termasuk melalui pesan WhatsApp kepada Dirreskrimsus Polda Kalbar, Kombes Pol Sardo M.P. Sibarani, S.I.K., M.H.

Namun, hingga saat ini belum ada tanggapan resmi yang diterima pihak LPK-RI. “Kami hanya ingin memastikan bahwa tidak ada yang disembunyikan. Masyarakat berhak tahu sejauh mana proses penanganan perkara ini. Jika memang ada 51 drum oli ilegal, seharusnya dilakukan olah TKP secara terbuka dan dipublikasikan secara transparan,” tegas Mulyadi.

Pihak LPK-RI juga mengaku kesulitan menjalin komunikasi langsung dengan penyidik di Ditreskrimsus. Kanit yang menangani kasus tersebut, AKP Sitorus, S.H., M.H., disebut masih berada di luar dan belum dapat ditemui.

Tak hanya itu, Mulyadi juga menyayangkan minimnya informasi publik yang disampaikan Polda Kalbar terkait identitas perusahaan pengelola atau distributor oli yang diduga ilegal tersebut. “Sampai sekarang, nama PT-nya belum disebut, begitu pula dengan jenis-jenis merek yang dipalsukan. Ini menyangkut keamanan dan keselamatan konsumen di Kalimantan Barat,” tegasnya.

Pihak LPK-RI bahkan mengaku telah melakukan koordinasi dengan aparat intelijen, termasuk unsur dari BAIS dan badan intelijen negara lainnya. Mulyadi menyebutkan, informasi ini telah sampai ke telinga Presiden RI, Prabowo Subianto, yang diklaim ikut menyoroti penanganan kasus ini.

Sementara itu, dari perspektif hukum, Yayat Darmawi, S.E., S.H., M.H., Ketua DPD Yayasan Lembaga Bantuan Hukum LMR-RI Kalbar, menilai potensi hilangnya barang bukti bernilai tinggi ini patut diwaspadai. “Jika 51 drum itu dinilai dalam bentuk uang, nilainya cukup besar. Maka sudah sepatutnya barang bukti itu diamankan di tempat yang benar-benar aman,” ujar Yayat.

Ia menegaskan bahwa kelalaian dalam mengamankan barang bukti dapat memicu spekulasi negatif dari masyarakat. “Jika barang bukti lenyap atau disalahgunakan, maka penegakan hukum akan diragukan kredibilitasnya. Transparansi adalah harga mati agar supremasi hukum tidak hanya tampak, tetapi sungguh-sungguh ditegakkan,” imbuhnya.

Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari Ditreskrimsus Polda Kalbar terkait temuan 51 drum oli yang diduga palsu dan ilegal tersebut.

(Tim Investigasi Redaksi/Swtr.c)

By Admin9

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *